Kontroversi Pembebasan Napi Koruptor, Mahfud MD: Isolasi di Lapas Lebih Bagus daripada di Rumah

Wacana pembebasan 300 narapidana (Napi) koruptor menuai kontroversi dari berbagai kalangan termasukMenteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD. Mahfud pun menanggapi wacana remisi atau pembebasan napi korupsi oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Wacanatersebut dimaksud untuk mengurangi risiko penularan virus corona (Covid 19) dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).

Menurut Mahfud, dilapas napi koruptor lebih efektif menjadi tempat islolasi mencegah penyebaran Covid 19 dibandingkan di rumah. Hal itu disampaikan Mahfud dalam video yang diunggah kanal YouTube Official iNews, Minggu (5/4/2020). "Malah diisolasi di sana (lapas) lebih bagus daripada di rumah," ujar Mahfud MD.

Mahfud lantas menegaskan bahwa tidak ada rencana pemerintah untuk merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012. Yakni PP 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. "Karena alasannya, PP nya itu pertama khusus sudah ada bahwa itu berbeda dengan napi yang lain," paparnya.

Mahfud juga menjelaskan kondisidi sel para koruptor tersebut. Ia menambahkan, sel napi korupsi yang tidak berdesakkanitu mendukung penerapan physical distancing dalam masa wabah corona. "Lalu yang kedua, kalau tidak pidana korupsi itu tempatnya sudah luas, bisa melakukan physical distancing ," terang Mahfud.

Sementara itu, Mahfud menegaskan tidak akan memberikan remisi dan pembebasan bersyarat bagi napi korupsi dan bandar narkoba. "Jadi tidak ada sampai hari ini, itu rencana memberi pembebasan bersyarat kepada napi koruptor, terorisme, dan bandar narkoba," jelas Mahfud. Mahfud menambahkan, pemerintah tetap berpegang pada sikap Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2015 lalu terkait PP Nomor 99 Tahun 2012.

"Pada 2015 Presiden sudah menyatakan tidak akan mengubah dan punya pikiran untuk merevisi PP 99 Tahun 2015," ucap Mahfud. Lebih lanjut, ia menjelaskan, karena itulah pemerintah tidak memiliki rencana memberikan pembebasan bersyarat kepada narapidana korupsi hingga hari ini. Diberitakan sebelumnya, Yasonna Laoly berencana merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012.

Hal itu dikarenakan napi koruptor dan narkotika, yang tata laksana pembebasannya diatur lewat PP tersebut. Yakni tidak bisa ikut dibebaskan bersama 30.000 napi lain dalam rangka pencegahan Covid 19 di lapas. Lewat revisi itu, Yasonna ingin memberikan asimilasi kepada napi korupsi berusia di atas 60 tahun.

Serta telah menjalani 2/3 masa pidana yang jumlahnya sebanyak 300 orang. "Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020), dikutip Yasonna menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH 19.PK/01.04.04

Peraturan dan keputusan itu mengatur tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid 19. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan adalah tingginya tingkat hunian. Adapun tahanandi lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara.

Menurutnya, hal itu membuat lapas dan rutan rentan terhadap penyebaran virus corona. Namun,PP Nomor 99 Tahun 2012 tidak mengatur tentang napi khusus kasus korupsi untuk bisa ikut dibebaskan. Oleh sebab itu, Yasonna Laoly ingin PP tersebut direvisi.

"Perkiraan kami bagaimana merevisi PP 99/2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini," ujar Yasonna.